JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad, melontarkan kritik keras terhadap wacana menjadikan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional. Lewat unggahan di akun X pribadinya pada Rabu (21/05/2025), Saidiman menyebut Soeharto sebagai presiden paling brutal dan pemerintahan Orde Baru sebagai rezim paling serakah dalam sejarah Indonesia.
“Mengapa saya menolak Soeharto menjadi pahlawan? Soeharto mengambil alih kekuasaan dengan cara paling brutal, berkuasa di atas jutaan bangkai rakyat yang dituduh komunis tanpa proses pengadilan,” tulisnya.
Ia juga menyoroti bagaimana Orde Baru membungkam kebebasan rakyat melalui propaganda sistematis, eksekusi terhadap kelompok kritis, hingga pembatasan literasi. Menurutnya, pemerintahan Soeharto menciptakan atmosfer ketakutan yang meluas.
“Jangankan menuntut akuntabilitas pemerintah, sekadar baca buku saja membawa petaka,” tulis Saidiman lagi.
Dalam cuitannya, ia menyebut Soeharto tidak layak diberi gelar pahlawan karena justru melanggengkan kekuasaan melalui kekerasan, pembungkaman, dan penghisapan kekayaan negara oleh kroni-kroninya.
“Kalau orang semacam itu dipahlawankan, masa depan Indonesia ada dalam ancaman. Jika pemimpin brutal bisa jadi pahlawan, apa alasan pemimpin di masa depan untuk bertindak adil dan akuntabel?” tegas Saidiman.
Cuitan tersebut langsung memicu perdebatan di media sosial, memperkuat gelombang pro dan kontra terhadap wacana penganugerahan gelar pahlawan kepada sosok yang memimpin Indonesia selama 32 tahun itu.
Wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto kembali mencuat seiring desakan sejumlah tokoh dan organisasi masyarakat yang menilai jasa-jasa Soeharto layak dikenang secara formal oleh negara. Namun, kritik tajam seperti yang disampaikan Saidiman memperlihatkan bahwa luka sejarah Orde Baru masih belum selesai dibicarakan (RED).
Discussion about this post