JAKARTA, RADIANTVOICE.ID — Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menyoroti dinamika ketidakpastian global yang semakin kompleks akibat ketegangan geopolitik dan perang dagang antarnegara besar. Hal itu ia sampaikan saat menjafi keynote speech pada diskusi bertajuk “Arah Kebijakan Geostrategi dan Geopolitik Indonesia”, yang digelar di Sekretariat DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Dalam paparannya, Bahlil menyatakan bahwa ketidakpastian global mulai menguat sejak 2016-2017, ketika Amerika Serikat dan Tiongkok terlibat dalam perang dagang yang dipicu oleh kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump.
“Perang dagang itu tidak pernah selesai, hanya jeda karena pandemi Covid-19,” kata Bahlil. Menurutnya, setelah pandemi, ketegangan global tidak serta-merta mereda, tetapi malah diperparah oleh konflik Rusia-Ukraina yang memiliki implikasi geopolitik lebih luas.
Ia menjelaskan, konflik Rusia dan Ukraina melibatkan afiliasi kekuatan besar dunia: Rusia dengan Tiongkok dan Ukraina dengan Amerika Serikat. Dampaknya, ekonomi global mengalami koreksi besar dan banyak teori ekonomi tidak lagi relevan dalam memproyeksi arah ekonomi dunia.
Bahlil juga mengangkat isu neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika. Meski Indonesia mencatat surplus sebesar USD 14,16 miliar, Amerika mencatat defisit USD 17,9 miliar terhadap Indonesia. Hal ini, menurutnya, menimbulkan tekanan tersendiri bagi perdagangan nasional, terutama sektor tekstil, garmen, dan otomotif yang menjadi andalan ekspor.
Sebagai solusi, Bahlil menyarankan agar Indonesia bersikap strategis dengan melakukan pembelian komoditas dari Amerika untuk menjaga keseimbangan hubungan perdagangan. Misalnya, pembelian crude oil, LPG, dan peralatan kilang senilai USD 18–22 miliar dari sisi Kementerian ESDM.
“Kalau betul ini hanya soal dagang, seharusnya bisa diselesaikan secara rasional. Tapi instrumennya dagang, substansinya bisa jadi politik,” tegasnya.
Lebih jauh, Bahlil mengajak seluruh pihak untuk melihat situasi global dengan perspektif geostrategis. Ia menekankan pentingnya analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan Indonesia serta memetakan peluang dan ancaman global.
Ia juga menyinggung mundurnya komitmen beberapa negara terhadap isu global seperti net zero emission, termasuk Amerika Serikat yang menjadi salah satu penggagas Paris Agreement. Menurut Bahlil, ini menunjukkan bahwa kepentingan domestik telah menjadi prioritas utama hampir seluruh negara di dunia.
“Pertanyaannya, kepada siapa lagi kita percaya? Dunia berubah begitu cepat dan kepentingan nasional jadi panglima,” pungkasnya (RED).































Discussion about this post