JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Wakil Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Andy Budiman menegaskan bahwa reformasi sistem pemilu, termasuk revisi aturan presidential threshold, adalah langkah penting untuk memperkuat sistem presidensial di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam diskusi publik bertajuk “Mencari Format Pemilu Terbaik 2029 Melalui Revisi Paket UU Politik: Menakar Tantangan Partai Politik Non-Parlemen”, yang digelar di Gedung Joeang 45, Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Menurutnya, Indonesia memiliki sistem unik dengan kombinasi presidensial dan multi-partai. “Sistem presidensial kita berbeda dengan Amerika yang hanya punya dua partai. Di sini, partai yang menang pemilu tidak pernah mendapatkan suara lebih dari 25 persen,” ungkapnya. Kondisi ini dinilai menjadi tantangan besar karena presiden terpilih membutuhkan dukungan kuat di parlemen untuk menciptakan stabilitas politik.
Ia mengingatkan potensi bahaya jika presidential threshold dihapus tanpa pengaturan lebih lanjut.
“Jika presiden terpilih hanya didukung 3–5 persen suara, akan sulit baginya membangun koalisi. Akibatnya, pemerintahan bisa tidak stabil, program terhambat, atau bahkan ada potensi presiden dijatuhkan di tengah jalan,” katanya.
Stabilitas politik disebut menjadi syarat mutlak untuk mencapai target besar seperti Indonesia Emas. “Tanpa stabilitas, program-program strategis tidak akan berjalan efektif. Pengambilan keputusan strategis membutuhkan persetujuan parlemen. Jika dukungan parlemen minim, efektivitas pemerintah akan terganggu,” jelasnya.
Andy Budiman juga menyoroti urgensi menghindari praktik politik transaksional yang sering terjadi saat membangun koalisi setelah pemilu. “Penghapusan presidential threshold harus dirancang dengan hati-hati agar tidak memperbesar ruang untuk transaksi politik yang merugikan,” ujarnya.
Ia mendorong DPR RI untuk merumuskan kebijakan yang tetap memperkuat sistem presidensial. “Revisi ini adalah kewenangan DPR, bukan Mahkamah Konstitusi. PSI mendukung langkah yang mengatur agar presiden terpilih memiliki dukungan politik yang memadai dari awal,” tambahnya.
Andy Budiman juga menekankan pentingnya menjaga kualitas demokrasi di tengah tantangan global. “Meski ada kekhawatiran tentang regresi demokrasi, indikator demokrasi Indonesia seperti kebebasan berbicara dan pemilu langsung masih cukup kuat. Kita harus fokus pada bagaimana memperbaiki sistem agar lebih efektif,” ujarnya.
Dalam pandangannya, tujuan utama bernegara adalah mencapai kesejahteraan rakyat.
“Demokrasi adalah alat, bukan tujuan. Kita harus memastikan bahwa sistem politik kita mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Ia mengajak publik untuk belajar dari negara lain dalam mengelola pemerintahan yang efektif.
“China, misalnya, meskipun tanpa demokrasi, bisa mengambil keputusan strategis dengan cepat. Bukan berarti kita meniru, tetapi penting untuk mengevaluasi kelemahan dalam sistem demokrasi kita,” katanya.
Andy Budiman juga mengkritik waktu panjang yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam sistem demokrasi.
“Kadang, keputusan bukan didasarkan pada kualitas, tetapi pada mayoritas di parlemen. Hal ini bisa menjadi tantangan serius dalam mencapai target Indonesia Emas,” jelasnya.
Ia menutup dengan mengajak seluruh pihak untuk fokus pada agenda besar nasional. “Diskusi revisi UU Pemilu harus diarahkan pada bagaimana memperkuat sistem politik kita untuk mencapai Indonesia Emas. Demokrasi penting, tetapi kesejahteraan rakyat adalah tujuan utama,” pungkasnya.
PSI berharap revisi ini menghasilkan sistem politik yang tidak hanya demokratis, tetapi juga efektif dalam mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Kita perlu alat hukum yang mampu mengarahkan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik,” tutupnya (RED).
Discussion about this post