JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Peran perempuan dalam membangun budaya literasi menjadi sorotan dalam seminar bertema Meningkatkan Peran Perempuan dalam Membangun Budaya Literasi di Lingkungan Keluarga dan Komunitas yang digelar di Jakarta pada Senin (25/11/2024). Acara ini menampilkan pembicara utama Hetifah Sjaifudian (Ketua Komisi X DPR RI), Marlinda Irwanti Poernomo (Ketua Kowani 2019-2024), Valina Singka Subekti (Guru Besar Ilmu Politik UI/Ketua Umum PP WSI), Sri Suparni Bahlil dan Luluk Maknuniah Sarmuji.
Dalam sambutannya, Hetifah menekankan pentingnya literasi sebagai modal pemberdayaan perempuan. Ia mengutip definisi literasi yang diberikan oleh Perpustakaan Nasional, yakni kemampuan memahami apa yang dibaca dan menggunakannya untuk menciptakan karya. “Buat apa kita membaca jika tidak ada manfaat nyata yang dihasilkan?” ujar Hetifah.
Menurut Hetifah, literasi juga berperan dalam memperkuat daya saing bangsa. “Tantangan literasi kita besar, hanya satu dari seribu orang yang rajin membaca, dan rata-rata durasi membaca masyarakat masih rendah. Kita perlu mengubah ini,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Luluk Maknuniah Sarmuji, istri Sekjen Partai Golkar, berbagi kisah bagaimana ia memanfaatkan literasi dalam kehidupan pribadi. Buku yang ia tulis terinspirasi dari pengalaman merawat putranya yang sakit hingga wafat. “Buku ini lahir dari pengalaman emosional sebagai orang tua. Literasi adalah cara saya mencatat perjalanan tersebut,” ungkapnya.
Bagi Luluk, menulis bukan sekadar mencatat, tetapi juga menyampaikan pesan dan berbagi inspirasi. “Saya ingin pembaca merasakan perjuangan kami, bahwa setiap orang bisa bangkit dari kesedihan dan menghasilkan sesuatu yang bermakna,” tambahnya.
Sementara itu, Sri Suparni Bahlil, istri Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, juga menyoroti peran literasi dalam meningkatkan kontribusi perempuan di berbagai sektor. Ia menekankan bahwa perempuan harus berani melampaui batasan tradisional.
“Perempuan bukan hanya pelengkap. Kita juga bisa berkarya dan berkontribusi. Menulis buku adalah salah satu cara saya berbagi pengalaman sebagai pendamping pejabat publik,” ujar Sri.
Sri menyebut bahwa melalui literasi, perempuan dapat lebih percaya diri dan menjadi pelopor perubahan di masyarakat. “Saya ingin perempuan tahu bahwa mereka memiliki potensi besar, dan literasi adalah kunci untuk mewujudkan itu,” jelasnya.
Hetifah menambahkan, budaya literasi harus dimulai dari keluarga. Ia mengajak para ibu untuk membangun kebiasaan membaca sejak dini di rumah. “Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak belajar literasi. Tugas kita adalah menumbuhkan rasa ingin tahu dan membangun pemikiran kritis anak-anak,” ungkapnya.
Acara ini juga menjadi platform bagi para peserta untuk berbagi ide dan praktik terbaik dalam meningkatkan budaya literasi di komunitas mereka. Diskusi interaktif membahas bagaimana menyediakan bahan bacaan berkualitas dan membuat literasi menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Seminar ini menegaskan bahwa literasi bukan hanya tentang kemampuan membaca, tetapi juga alat untuk memberdayakan diri. Perempuan yang terampil berliterasi dapat membuka peluang besar di berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga ekonomi.
“Literasi adalah fondasi bagi pemberdayaan perempuan. Melalui literasi, perempuan dapat menjadi agen perubahan di keluarga, masyarakat, dan bangsa,” pungkas Hetifah.
Seminar diakhiri dengan komitmen bersama untuk menjadikan literasi sebagai prioritas, khususnya dalam mendukung peran perempuan di berbagai sektor kehidupan (RED).
Discussion about this post