JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi memberhentikan Muhammad Agil Akbar dari jabatannya sebagai Komisioner Bawaslu Surabaya pada Senin (25/11/2024) kemarin. Keputusan ini diambil setelah Agil terbukti menjalin hubungan tidak wajar dengan PSH, mantan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Surabaya.
“Teradu terbukti melanggar kode etik, dan kami menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap. Putusan ini efektif sejak hari ini,” ujar Ketua Majelis DKPP, Heddy Lugito, dalam sidang yang digelar di Jakarta.
Hubungan asmara antara Agil dan PSH dimulai pada 2017, saat keduanya berstatus senior dan junior di kampus. Intensitas komunikasi mereka meningkat setelah Agil meminta PSH menjadi stafnya di Bawaslu pada 2019.
“Hubungan tersebut berkembang menjadi hubungan asmara hingga mereka berpacaran pada 2021,” jelas anggota majelis DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
Persidangan DKPP mengungkap sejumlah bukti, termasuk foto dan video yang menunjukkan kedekatan keduanya. Bukti tersebut diterima majelis sebagai penguat fakta bahwa keduanya terlibat hubungan yang tidak pantas.
“Hubungan ini jelas melanggar norma etika, terutama mengingat status teradu yang telah menikah,” tambah Heddy.
Masalah memuncak pada 2022, ketika PSH mengirim foto-foto kedekatannya dengan Agil kepada istri Agil melalui WhatsApp. Konfrontasi yang terjadi setelahnya tidak menghentikan hubungan keduanya, yang tetap berlanjut hingga November 2023.
Selain itu, sidang juga mengungkap bahwa Agil mentransfer uang senilai Rp31,9 juta kepada PSH untuk berbagai keperluan, termasuk makan, perawatan kulit, dan liburan. “Transfer uang tersebut dilakukan secara rutin dalam beberapa tahap, mencapai total Rp17,5 juta antara Agustus 2023 hingga Maret 2024,” ungkap anggota majelis, Ratna Dewi Pettalolo.
Ketika mengetahui pengiriman uang ini, istri Agil mengambil langkah hukum dengan mengirim somasi kepada PSH. Namun, somasi tersebut tidak mendapatkan tanggapan.
Pada Desember 2023, Agil bersama istrinya dan kuasa hukum mendatangi rumah PSH untuk meminta agar hubungan itu dihentikan. Agil juga meminta PSH mengembalikan sejumlah uang yang telah diberikan, tetapi hingga sidang berlangsung, permintaan itu belum dipenuhi.
“DKPP tidak menemukan bukti bahwa kunjungan tersebut bertujuan untuk melakukan pemerasan, seperti yang dituduhkan oleh pengadu,” tegas Heddy.
DKPP menilai tindakan Agil telah mencoreng nama baik lembaga penyelenggara pemilu. “Sebagai pejabat publik, teradu harusnya mampu menjaga kehormatan lembaga dan dirinya sendiri,” tambahnya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh penyelenggara pemilu untuk menjaga profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugas. “Kami berharap putusan ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak,” tutup Heddy.
Pemecatan ini juga menjadi cerminan pentingnya menjaga etika, terutama bagi mereka yang bekerja dalam institusi yang mengawal demokrasi. DKPP menegaskan, pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu tidak akan ditoleransi.
Sebagaimana penelusuran Radiant Voice, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI pada Senin kemarin (25/11/2024) melakukan sidang pembacaan putusan untuk 7 perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta. Adapun perkara itu di antaranya:
1. Perkara Nomor 149-PKE-DKPP/VII/2024
2. Perkara Nomor 154-PKE-DKPP/VII/2024
3. Perkara Nomor 163-PKE-DKPP/VII/2024
4. Perkara Nomor 180-PKE-DKPP/VIII/2024
5. Perkara Nomor 164-PKE-DKPP/VII/2024
6. Perkara Nomor 173-PKE-DKPP/VIII/2024
7. Perkara Nomor 192-PKE-DKPP/VIII/2024
Untuk perkara dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat Ketua Bawaslu Surabaya teregister dalam perkara No 192-PKE-DKPP/VIII/2024 (RED).
Discussion about this post