JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Muhlis Ali, Founder Graha Yakusa Malang, memberikan testimoni pada peringatan tujuh hari wafatnya Kholis Malik (Ketua Umum PB HMI periode 2002–2004), di Jakarta, Minggu (24/11/2024). Dalam refleksi panjangnya, Muhlis mengenang Kholis Malik sebagai sosok yang mampu menjadi katalisator di tengah dinamika organisasi yang penuh tantangan.
Muhlis memulai kisahnya dengan mengenang momen-momen sulit yang terjadi saat periode kepemimpinan Kholis Malik. Salah satu yang disorot adalah konflik dualisme di tubuh PB HMI. Meski awalnya terasa berat, Muhlis menilai konflik ini memberikan dampak positif dalam distribusi kader.
“Dualisme tersebut membawa kebaikan dalam distribusi kader. Kedua pihak saling memperkuat, dan akhirnya kami pun menyatukan diri kembali di kongres bersama,” ujarnya.
Salah satu momen penting yang dikenang Muhlis adalah Kongres PB HMI di Balikpapan. Dalam kongres itu, Kholis Malik dan Yayat Biaro (Ketua Umum JARI) menjadi dua tokoh yang bersaing. Setelah putaran pertama selesai, Kholis Malik mendapatkan suara lebih tinggi. Tanpa ragu, Yayat Biaro menunjukkan sikap legowo dengan mendukung Kholis.
“Tanpa banyak basa-basi, dengan sikap tegas dan legowo, Pak Yayat langsung berkata, ‘Bismillah, Kholis Ketum,’” kata Muhlis. Keputusan tersebut membuat tim sukses Yayat Biaro merasa terharu, bahkan ada yang menangis. Hal ini menunjukkan jiwa besar yang dimiliki oleh Yayat sebagai seorang pemimpin.
Muhlis juga mengenang kerja keras yang dilakukan bersama-sama untuk mempersiapkan kongres tersebut. Dalam keterbatasan sumber dana, mereka berbagi peran dengan adil. “Jika kami berhasil mendapatkan Rp1 juta, kami bagi rata: Pak Yayat 25 persen, Mas Kholis 25 persen, saya 25 persen, dan Pak Jhon 25 persen,” kenang Muhlis sambil tersenyum.
Dalam testimoninya, Muhlis turut menceritakan momen kebersamaan dengan Kholis Malik sebelum pelantikan. Ia ingat, satu atau dua malam sebelumnya, mereka makan pecel lele bersama di sebuah tempat sederhana. “Pagi harinya, pelantikan dijadwalkan pukul 10. Saya bersama Yayat Biaro dan Mas Kholis bertemu di Hotel Purijaya. Saat itu, saya kaget ketika Yayat Biaro tiba-tiba berkata, ‘Hari ini, jalan kita berbeda,’” ujarnya.
Pernyataan Yayat saat itu menandai awal dari konflik internal yang kemudian membelah PB HMI menjadi dua. Meski demikian, Muhlis menegaskan bahwa konflik tersebut tidak selamanya membawa keburukan. Justru, dualisme itu menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga kesatuan di tengah perbedaan.
Muhlis juga menyoroti peran Kholis Malik dalam meredakan konflik. Dengan kesabaran dan kebijaksanaannya, Kholis menjadi tokoh pemersatu yang mampu menjaga hubungan baik antar kader.
“Mas Kholis selalu menjadi katalisator yang mempersatukan kami dengan kesabaran dan kebijaksanaannya,” kata Muhlis.
Hubungan kekeluargaan yang dibangun oleh Kholis terasa kuat, terutama di periode 1999–2001, ketika organisasi mengalami dinamika yang sangat kompleks. Kholis tidak hanya menjadi pemimpin yang tegas, tetapi juga seorang sahabat yang selalu ada untuk mendukung anggotanya dalam situasi apa pun.
Muhlis juga berbagi kisah pribadi tentang perjuangannya membangun Graha Yakusa Malang . Ia memulai dengan modal seadanya dan meminjam material dari berbagai pihak. Baginya, pengalaman tersebut mencerminkan bagaimana perjuangan kecil dalam kehidupan pribadi dapat sejalan dengan nilai-nilai yang ia pelajari di HMI.
Di akhir testimoninya, Muhlis menekankan bahwa perjalanan kepemimpinan Kholis Malik penuh dengan pelajaran berharga. Kholis tidak hanya memimpin dengan visi yang jelas, tetapi juga dengan hati yang tulus, sehingga setiap keputusan yang diambil selalu berdampak positif bagi organisasi.
“Perjuangan bersama dalam organisasi bukan hanya soal hasil, tetapi juga pelajaran yang bisa diambil dari setiap proses,” tutup Muhlis. Baginya, nilai-nilai yang diwariskan Kholis Malik akan terus dikenang oleh seluruh kader HMI sebagai inspirasi untuk masa depan (RED).
Discussion about this post