JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, meminta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meningkatkan akurasi dalam analisis dampak bencana alam dan ramalan cuaca, khususnya terkait erupsi Gunung Lewotobi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kritik ini muncul setelah BMKG menyatakan bahwa abu vulkanik dari erupsi Lewotobi berpotensi mencapai Bali dan Lombok, yang menurut Bambang tidak sesuai dengan pola arah angin di wilayah tersebut.
“Erupsi Gunung Lewotobi tidak berdampak ke Bali dan Lombok karena arah angin bergerak dari barat ke timur pada akhir tahun. Jadi, Bali dan Lombok yang berada di barat Lewotobi jelas tidak terdampak,” tegas Bambang, Kamis (14/11/2024). Ia menambahkan bahwa wilayah yang berada di sebelah timur Lewotobi, seperti beberapa daerah di NTT, lebih mungkin terdampak abu vulkanik.
Menurut Bambang, kesalahan informasi ini dapat memicu kepanikan di kalangan wisatawan yang berencana mengunjungi Bali dan Lombok, yang dapat berdampak pada sektor pariwisata. “Pernyataan BMKG yang tidak tepat ini bisa membuat wisatawan ragu-ragu untuk berkunjung, padahal pariwisata di Bali dan Lombok baru saja pulih,” katanya.
Bambang menilai BMKG seharusnya lebih cermat dalam memberikan informasi terkait dampak bencana alam. “BMKG memiliki anggaran yang besar dan peralatan yang memadai. Seharusnya tidak ada kesalahan analisis seperti ini,” tambahnya. Ia menyebut anggaran BMKG yang mencapai Rp2,769 triliun sudah sepatutnya digunakan untuk memberikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat.
Tak hanya itu, ia juga mengkritik ketidakakuratan ramalan cuaca BMKG yang sering kali tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. “Sering kali BMKG bilang akan hujan, tapi faktanya tidak hujan. Begitu juga sebaliknya. Ini merugikan masyarakat, terutama petani dan nelayan yang sangat bergantung pada informasi cuaca,” ujarnya.
Bambang juga menyoroti dampak kesalahan prediksi BMKG pada transportasi dan logistik, yang menurutnya bisa sangat terganggu apabila ramalan cuaca tidak sesuai kenyataan. “Ketidakakuratan ini bisa mempengaruhi jadwal penerbangan, pelayaran, dan bahkan distribusi barang,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar BMKG meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dan teknologi pemantauan. “Kalau dana sudah ada, peralatan juga lengkap, berarti tinggal meningkatkan kemampuan analisanya. Tidak ada alasan untuk tidak akurat,” kata Bambang.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi terkait dampak erupsi Gunung Lewotobi. Menurutnya, analisis lanjutan menunjukkan bahwa abu vulkanik hanya berdampak di wilayah sekitar NTT dan tidak mencapai Bali dan Lombok.
“Kami sudah mengonfirmasi bahwa abu vulkanik tidak menyebar ke Bali dan Lombok. Dampaknya hanya terasa di beberapa wilayah NTT yang dekat dengan Gunung Lewotobi,” jelas Dwikorita. Ia juga menambahkan bahwa data ini diperkuat oleh laporan dari VAAC Darwin, lembaga pemantau abu vulkanik internasional.
Bambang berharap agar BMKG lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi ke depannya. “BMKG perlu mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari pernyataannya. Kesalahan informasi dapat merugikan banyak sektor, terutama pariwisata yang sedang kita kembangkan,” ucapnya.
Sebagai penutup, Bambang kembali menegaskan pentingnya akurasi dan ketelitian dalam analisis bencana alam dan ramalan cuaca. “BMKG seharusnya menjadi lembaga yang bisa dipercaya oleh masyarakat. Jika akurasinya terus dipertanyakan, maka BMKG perlu segera berbenah,” pungkasnya (RED).
Discussion about this post