TEHERAN, RADIANVOICE.ID – Mantan komandan tinggi Garda Revolusi Iran (IRGC), Jenderal Abdolfateh Ahvazian, mengatakan kemungkinan Hassan Nasrallah terbunuh dikarenakan Israel menggunakan gas beracun dalam serangan tersebut. Dan yang pasti, katanya, tubuh pemimpin Hezbollah itu tidak mengalami cedera meskipun Israel menjatuhkan bom penghancur bunker besar di tempat persembunyian bawah tanah.
“Yang kami pastikan saat ini adalah tubuh Syahid Nasrallah tidak terkena serpihan bom, tetapi cincin di jarinya hancur karena dampak gelombang kejut dari ledakan,”kata Jenderal Abdolfateh Ahvazian sebagaimana dilansir dari Iran International.
Namun, Ahvazian menduga bahwa Israel mungkin juga menggunakan gas sianida dalam bom tersebut, yang dapat meracuni orang-orang yang bersembunyi di kedalaman hingga 90 kaki di bawah gedung enam lantai di pinggiran selatan Beirut pada 28 September. Ahvazian menambahkan bahwa otopsi terhadap korban lain yang tewas di bunker dapat mengungkap apakah gas beracun digunakan. Ia juga menyebutkan alasan beberapa jenazah belum dimakamkan mungkin karena menunggu pemeriksaan tersebut.
Jenderal IRGC ini mengakui bahwa gelombang kejut dari ledakan itu cukup untuk membunuh orang-orang di bunker dengan cara memecahkan arteri dan pembuluh darah, tanpa harus ada cedera akibat serpihan bom.
Menurut media Israel, Nasrallah meninggal dengan lambat dan menyakitkan akibat menghirup gas beracun di dalam bunker yang tidak memiliki ventilasi. Otoritas Lebanon mengatakan bahwa tubuh Nasrallah dikeluarkan dalam kondisi utuh dari lokasi ledakan pada hari Sabtu, menambahkan bahwa kematiannya disebabkan oleh trauma benda tumpul.
Sumber dekat Hezbollah menyatakan bahwa jenazah Nasrallah saat ini disimpan di lokasi rahasia.
“Hassan Nasrallah sementara dimakamkan hingga situasi memungkinkan untuk dilakukan pemakaman publik,” kutip AFP dari sumber yang tidak disebutkan namanya sebagaimana dipetik dari Iran International.
Ahvazian juga memberikan komentar terkait pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada akhir Juli. Dia berpendapat bahwa Israel bisa saja membunuh Haniyeh di banyak negara Sunni lain yang sering dikunjunginya, tetapi mereka memutuskan untuk membunuhnya di Iran, negara Syiah, untuk memicu perpecahan di antara umat Muslim.
Pembunuhan ganda terhadap dua pemimpin militan yang dianggap sebagai sekutu dan proksi Teheran tersebut menambah tekanan politik pada Iran untuk merespons dan menghindari citra lemah di hadapan serangan Israel. Akhirnya, Teheran meluncurkan serangan misil besar ke Israel pada 1 Oktober, meskipun serangan ini sebagian besar tidak efektif dan tidak menimbulkan korban di pihak Israel.
Ahvazian, sambil mengecam “cara pengecut” Israel dalam membunuh Hassan Nasrallah, menyatakan, “Belum pernah sebelumnya dalam sejarah terjadi insiden di mana hampir 85 ton bom penghancur bunker dan anti-fortifikasi dijatuhkan di satu lokasi, meratakan enam bangunan enam lantai dan mengirimkan gelombang kejut hingga puluhan meter ke bawah tanah,”pungkasnya (RED).
Discussion about this post