JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Institute Peradaban menggelar Dialog Peradaban bertemakan Polisi dan Peradaban pada Rabu (2/10/2024) di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Acara ini menampilkan Irjen. Pol. (Purn) Bekto Suprapto sebagai pembicara utama, dengan sejumlah tokoh sebagai penanggap, termasuk Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polisi Republik Indonesia (Kasespim Lemdiklat Polri) Irjen. Pol. Chrisnanda Dwilaksana, Fahmi Wibawa dari LP3ES, sastrawan Okky Madasari, dan budayawan Jaya Suprana.
Dalam dialog tersebut, Fahmi Wibawa, peneliti dari LP3ES, menyoroti fenomena global mengenai citra kepolisian di mata masyarakat, yang menurutnya tidak hanya menjadi isu di Indonesia, tetapi juga terjadi di berbagai negara lain.
“Banyak masyarakat yang merasa cemas ketika berinteraksi dengan polisi, apakah surat-surat kendaraan sudah lengkap atau belum, meskipun mereka tidak melakukan kesalahan. Ini menunjukkan adanya ketidakpercayaan publik terhadap kepolisian,” ujar Fahmi.
Fahmi mengungkapkan, masalah citra negatif ini bukan hanya dialami di Indonesia, melainkan juga di negara lain. Ia mencontohkan film “21 Bridges” yang mengisahkan tentang polisi di New York yang ternyata terlibat dalam jaringan narkoba.
“Film tersebut menggambarkan bagaimana kepercayaan publik terhadap polisi bisa runtuh karena ulah segelintir oknum,” tambahnya.
Fenomena ini, menurut Fahmi, adalah tantangan besar bagi kepolisian di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dalam konteks masyarakat modern, kepercayaan dan penghormatan terhadap kepolisian sangat bergantung pada integritas dan profesionalisme aparatnya.
“Di era peradaban modern, masyarakat tidak hanya menuntut polisi untuk menegakkan hukum, tetapi juga menjunjung harkat dan martabat manusia. Pendekatan yang masih menggunakan cara-cara mempermalukan atau kekerasan hanya akan semakin menjauhkan polisi dari kepercayaan masyarakat,” jelas Fahmi.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tugas kepolisian di era sekarang tidak lagi sebatas menjaga keamanan, tetapi juga menjadi penjaga peradaban.
“Polisi harus mampu merawat dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap tindakan mereka. Tanpa itu, citra polisi akan terus merosot di mata masyarakat modern yang semakin kritis,” ujar Fahmi.
Fahmi juga menyoroti pentingnya reformasi dalam tubuh kepolisian, baik secara struktural maupun kultural. Ia sepakat dengan pandangan para pembicara lainnya yang menekankan perlunya perubahan menyeluruh untuk memulihkan kepercayaan publik.
“Tantangan yang dihadapi kepolisian saat ini sangat besar, tetapi reformasi institusi harus dilakukan untuk mengatasi persoalan ini,” imbuhnya.
Dialog yang dihadiri berbagai kalangan tersebut diharapkan mampu mendorong perubahan positif dalam tubuh kepolisian, sehingga dapat beradaptasi dengan tuntutan masyarakat modern yang menginginkan polisi tidak hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai penjaga peradaban (RED).
Discussion about this post