MALANG, RADIANTVOICE.ID – Politisi senior Anas Urbaningrum kembali mengingatkan pentingnya peran kampus dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Dalam acara Mimbar Akademis yang digelar di UB Coffee, Malang, Kamis (26/9/2024), Anas menegaskan bahwa kampus harus aktif berpartisipasi dalam membangun pemikiran kritis demi terciptanya demokrasi yang bersih dan beradab.
Anas menilai bahwa perguruan tinggi tidak boleh pasif atau bisu terhadap dinamika politik nasional.
“Kampus seharusnya menjadi ruang dialog intelektual yang mampu menyuarakan kebenaran. Jangan sampai kampus tertidur dan tidak mengawal demokrasi,” ujar mantan Ketua Umum PB HMI tersebut.
Menurutnya, kampus memiliki peran strategis dalam mengarahkan masyarakat menuju pemikiran yang lebih kritis dan substansial.
Acara tersebut diadakan atas kerja sama Sygma Research and Consulting dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB), dihadiri oleh berbagai kalangan mahasiswa, dosen, dan aktivis dari Malang Raya. Anas dalam pidatonya juga menyoroti bahwa diskusi-diskusi akademis kini seringkali kalah dengan perbincangan yang kurang relevan, padahal seharusnya kampus menjadi pusat intelektual yang kritis.
“Kita perlu menjaga perbincangan publik yang sehat dan substantif, terutama dari kalangan kampus yang terhubung dengan realitas sosial dan politik,” kata Anas. Ia percaya bahwa kampus yang terlibat aktif dalam diskusi-diskusi penting akan memberikan pengaruh signifikan terhadap cara berpikir masyarakat luas.
Anas juga mengingatkan agar mahasiswa lebih peka terhadap isu-isu yang berkembang di sekitar mereka.
“Mahasiswa perlu minum ‘pil anti cuek’, agar mereka peduli terhadap kondisi politik dan demokrasi di negeri ini,” tegasnya. Menurutnya, mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa harus mulai berpartisipasi aktif dalam proses politik sejak dini.
Dalam sesi tanya jawab, seorang mahasiswa S2 UB, Jaka, menyinggung tentang adanya intervensi aparat dalam proses pilkada di Kabupaten Malang. Anas menyatakan bahwa semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, harus berkomitmen menjalankan tugas sesuai aturan.
“Intervensi semacam itu merusak esensi demokrasi yang harus dijalankan dengan bersih dan transparan,” jawab Anas.
Wakil Dekan II FISIP UB, Achmad Imron Rozuli, yang juga hadir sebagai pembicara, menambahkan bahwa kampus seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menjaga nilai-nilai demokrasi. Ia mendukung pandangan Anas bahwa mahasiswa dan akademisi harus lebih kritis terhadap perkembangan politik.
Dengan diskusi ini, Anas berharap kampus-kampus di Indonesia bisa kembali menjadi pusat intelektual yang mendorong perbaikan demokrasi dan menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang peka terhadap dinamika sosial-politik. (*)
Discussion about this post