JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang digelar bersama Yayasan Jimly School of Law, mengusulkan perubahan kelima terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945. Menurut Bamsoet, amandemen ini diperlukan untuk mengatasi inkonsistensi dan kontradiksi antar pasal yang telah terjadi akibat empat amandemen sebelumnya.
Bamsoet mengungkapkan bahwa sejak amandemen terakhir, terjadi pergeseran dari sistem keterwakilan ke sistem keterpilihan yang menurutnya menjebak Indonesia dalam kekuasaan oligarki.
“Meskipun kita sudah lebih demokratis, pembangunan kesejahteraan rakyat masih sering terabaikan,” ujar Bamsoet dalam acara yang berlangsung di Jakarta, Kamis (12/9/24).
Rekomendasi MPR periode 2019-2024 kepada MPR periode 2024-2029, lanjut Bamsoet, memuat pentingnya kajian mendalam dan menyeluruh terhadap UUD 1945. Fokus utama kajian ini adalah bagaimana memastikan agar konstitusi dapat lebih selaras dengan nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi landasan utama setiap perubahan.
Hadir dalam acara tersebut antara lain pakar hukum tata negara Jimly Ashiddiqie, Ketua Yayasan Jimly School of Law Muzayyin Machbub, dan pakar hukum Refly Harun. Diskusi ini juga mengangkat isu demokrasi yang saat ini terjebak dalam demokrasi angka-angka, yang menurut Bamsoet, menjurus pada komersialisasi dan kapitalisasi demokrasi.
Salah satu isu krusial yang dibahas dalam amandemen adalah soal efektivitas pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Bamsoet mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan dengan semangat demokrasi Pancasila atau justru harus dikaji kembali agar menghindari praktik korupsi dan politik biaya tinggi.
Ia juga menyebutkan kemungkinan kembali ke mekanisme lama, di mana kepala daerah dipilih oleh DPRD, serta penggunaan sistem pemilu legislatif tertutup, atau mengkombinasikannya dengan sistem terbuka tertutup.
“Ini semua perlu dipertimbangkan agar demokrasi kita tidak dikendalikan oleh kekuatan modal dan kepentingan segelintir oligarki, dan tidak terjebak ke dalam demokrasi angka-angka.” tambah Bamsoet.
Bamsoet menyatakan bahwa amandemen konstitusi ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan zaman dan tantangan global.
“Seperti di Amerika Serikat dan India, perubahan konstitusi merupakan hal yang biasa dan sudah dilakukan berkali-kali untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini,” katanya.
Menurut Bamsoet, perubahan konstitusi adalah langkah penting untuk memastikan bahwa sistem demokrasi Indonesia tetap sehat dan berfungsi sesuai dengan cita-cita Pancasila, bukan demokrasi yang hanya melayani kepentingan oligarki (RED)
Discussion about this post