JAKARTA, RADIANTVOICE.ID – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti dampak buruk politik uang terhadap sistem demokrasi di Indonesia, yang menurutnya telah menjurus pada demokrasi komersialisasi dan kapitalisasi. Dalam orasi pada perayaan HUT ke-46 FKPPI, Bamsoet menjelaskan bahwa maraknya politik uang telah membuat demokrasi Indonesia terjebak dalam “demokrasi angka-angka.”
Sudah bukan menjadi rahasia lagi, kata Bamsoet, bahwa untuk memenangkan Pemilu maupun Pilkada, tidak cukup hanya dengan kapabilitas dan integritas, melainkan juga harus didukung dengan “isi tas/uang”.
“Pemilihan langsung di Indonesia seringkali tak hanya membutuhkan kapabilitas dan integritas, tetapi juga didukung oleh uang. Hal ini mendorong komersialisasi politik yang pada akhirnya berujung pada demokrasi oligarki,” ujar Bamsoet, Kamis (12/9/24).
Bamsoet juga menyoroti ketimpangan ekonomi yang semakin melebar, dengan mengutip data dari World Inequality Report (WIR) 2022 yang menunjukkan bahwa 1 persen penduduk terkaya di Indonesia menguasai 30,16 persen dari total aset rumah tangga nasional.
“Sementara, kelompok 50 persen terbawah di Indonesia hanya memiliki 4,5 persen dari total kekayaan rumah tangga nasional,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini juga menerangkan, maraknya politik uang juga menyuburkan perilaku koruptip, yang membuat tata kelola pemerintahan menjadi terhambat. Tak bisa dipungkiri, katanya, reformasi birokrasi di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan..
Dalam perayaan HUT ke-46 FKPPI ini, hadir para pengurus FKPPI. Antara lain, Ketua Umum Pontjo Sutowo, Wakil Ketua Umum Indra Bambang Utoyo, Sekretaris Jenderal Anna R Legawati, Bendahara Umum/Komisaris Utama PT ASABRI Fary Djemi Francis, dan Ketua Bidang Industri dan Konstruksi/Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa RI (LKPP RI) Hendrar Prihadi, Tubegus Haryono, Didit Haryadi, Mayjen TNI (P) Dewa Rai dan lain-lain (RED).
Discussion about this post